- ANTAREJA
- >
- ANTAREJA
ANTAREJA
Anantaraja atau Wasianantareja yang lebih sering disingkat Antorejo, adalah salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam cerita Mahabharata karena merupakan asli ciptaan para pujangga Jawa.
Ia merupakan putra sulung Wrekudoro atau Bimasena dari keluarga Pandawa.
Dalam pewayangan versi klasik Surakarta, Antareja merupakan nama lain dari Antaseno, sedangkan versi Yogyakarta menyebut Antasena sebagai adik lain ibu, selain Gatutkaca. Sementara itu dalam pewayangan zaman sekarang para
dalang versi umumnya juga mengisahkan Antareja dan Antasena sebagai dua orang tokoh yang berbeda.
Antareja lahir dari Dewi Nogogini putri Batara Antoboga, dewa bangsa ular di kahyangan Saptopretolo.
Biasanya perkawinan ini terdapat dalam lakon Bale Sigologolo. Yaitu terjadi setelah Pandawa lari dan selamat dari ancaman bakar oleh Kurawa dan sekutunya, di rumah penampungan.
Antareja memiliki Ajian Upas onto pemberian Hyang Anantaboga kakeknya. Lidahnya sangat sakti, makhluk apapun
yang hanya dijilat bekas telapak kakinya akan menemui kematian. Anatareja berkulit Napakawaca, sehingga kebal
terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin Mustikobumi, pemberian ibunya yang mempunyai kesaktian
menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi maupun tanah. Dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian. Kesaktian lain Anantareja dapat hidup dan berjalan di dalam bumi atau Ambles bumi. Anantareja memiliki sifat jujur, pendiam sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda
rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta.
Setelah dewasa ia menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggopranowo, raja ular dari kerajaan
Tawingnarmada, dan berputra satu Arya Danurwendo. Yang kemudian diangkat menjadi patih luar atau patih njaba
negara Yawastina pada masa pemerintahan Prabu parikesit.
Selanjutnya kesatria yang mempunyai kulit bersisik ini menjadi raja di kasatriyan Randuwatang atau negara
Jangkarbumi, bergelar Prabu Nagabaginda.
Kisahnya demikian, bersamaan dengan lahirnya Antareja, raja negara jangkarbumi Prabu Nagabaginda menyerang kagyangan Suralaya. Ia meminta Dewi Supreti istri Sanghyang Antaboga untuk dijadikan permaisurinya, namun raja Tribuwana tidak berkenan, namun para dewa tak mampu melawan kesaktian prabu Nagabaginda. Akhirnya Batara Antaboga yang ditunjuk supaya mmusnahkan pengacau tadi, Antareja yang masih bayi akhirnya dibawa kakeknya
menuju ke medan tempur dan dipertemukan dengan raja Jangkarbumi.
Sebelum diadu, bayi Antareja dilumuri air liur Antaboga sehingga menjadi kebal senjata. Bayi Antareja tidak mati melainkan bertambah dewasa. Akhirnya Prabu nagabaginda dapat dibinasakan oleh Antareja, negara Jangkarbumi lalu diserahkan kepada putra Bima tersebut. Prabu Nagabaginda yang tewas itu kemudian menjilma ke tubuh Antareja.
Kisah Antareja yang lain di dalam pewayangan Jawa, disebutkan dalam cerita berjudul Sumbadra Larung.
Yaitu ketika Bima meninggalkan Nagagini dalam keadaan mengandung, dalam persiapan pembetukan negara Amarta. Antareja lahir dan dibesarkan oleh ibunya, Nagagini sampai dewasa. Mulai ia memutuskan untuk mencari ayah kandungnya. Dengan bekal tekad dan kejujurannya Antareja berangkat menuju Kerajaan Amarta.
Di tengah perjalanan Antareja menemukan seorang wanita yang sudah meninggal, dimuat dalam perahu
tanpa pengemudi. Dengan menggunakan Napakawaca, Antareja menghidupkan wanita tersebut, yang tidak diketahuinya ternyata adalah Subadra istri Arjuna pamannya.
Di situ tiba-tiba muncul Gatutkaca dan seketika menyerang Antareja. Satria muda ini memang sedang ditugasi untuk mengawasi mayat Subadra, yaitu untuk menangkap pelaku pembunuhan terhadap bibinya itu. Subadra yang kemudian
telah hidup kembali, melerai kedua keponakannya itu dan saling memperkenalkan satu sama lain.
Antareja dan Gatutkaca gembira atas pertemuan tersebut. Kedua putra Bima itu pun bekerja sama dan akhirnya
berhasil menangkap pelaku pembunuhan Subadra yang sebenarnya,
yaitu satriya Madyapura Raden Burisrawa, putra Prabu Salya raja Mandaraka.
Akhirnya riwayat Antareja dikisahkan dalam lakon Tawur atau pengorbanan keluarga demi mencapai kejayaan perang. Kurawa tidak rela mengorbankan salah satu keluarganya, melainkan membunuh Ijrada, Tarka dan Sarka.
Sedangkan Antareja dan Wisenggani rela mengorbankan diri untuk tumbal kemenangan pandawa.
Antareja rela mati dengan menjiliat telapak kakinya sendiri dengan anugerah
menempati sorgaloka tingkat sembilan milik Sri Kresna.