BALADEWA
Dalam cerita Mahabharata, Baladewa atau Balarama, disebut juga Balabhadra dan Halayudha,
adalah kakak Kresna, putra Basudewa dan Dewaki. Kamsa (kangsa) kakak dari Dewaki, takut akan ramalan yang mengatakan bahwa suatu saat, ia akan terbunuh di tangan putra kedelapan dari adiknya, Dewaki.
Maka dari itu ia tega menjebloskan Dewaki serta suaminya ke penjara dan membunuh setiap putra yang dilahirkan.
Secara berturut-turut, sampai ke enam mati di tangan Kamsa. Pada saat Dewaki mengandung putranya yang ketujuh, nasibnya berubah. Janin yang dikandungnya secara ajaib berpindah kepada saudaranya Rohini, yang memang sedang menginginkan seorang putra. Maka dari itu, Baladewa disebut pula Sankarsana yang berarti pemindahan janin.
Rohini menyambut bayi laki-laki ini sebagai putranya.
Pada masa kecil, ia hanya bernama Rama. Namun karena kekuatannya yang menakjubkan,
ia disebut Balarama (Rama yang kuat) atau Baladewa.
Baladewa menghabiskan masa kanak-kanaknya sebagai seorang pengembala sapi, bersama adiknya Kresna dan teman-temannya. Ia menikah dengan Rewati, putri Raiwata dari Anarta. Balarama seringkali digambarkan berkulit putih, sangat terbalik dibanding dengan saudaranya Kresna yang berkulit hiyam kebiruan.
Senjata Balarama adalah sebuah bajak dan gada. Penampilan secara tradisional, Baladewa memakai pakaian biru dan kalung dari rangkaian bunga hutan. Rambutnya diikat pada jambul dan ia memakai giwang dan gelang
Beda sedikit dengan cerita dalam pewayangan Jawa (purwa),
Prabu Baladewa yang waktu mudanya bernama Kakrasana, adalah putra Prabu Basudewa, raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Mahendra. Ia lahir kembar bersama adiknya, dan mempunyai adik lain ibu (dengan Dewi Badrahini), yaitu bernama Dewi Subadra atau Dewi Lara Ireng. Dan juga saudara lain ibu (dengan Nyai Sagopi) bernama Arya Udawa, putra Prabu Basudewa dengan Ken Sagupi, seorang swarawati keraton Mandura.
Baladewa berwatak keras hati, mudah marah, tapi ia jujur, adil dan tulus. Ia tidak sungkan-sungkan untuk meminta maaf atas kesalahannya juga pema'af dan arif bijaksana.
Sejak kecil Baladewa dan ke dua adiknya diungsikan dan disembunyikan di kademangan Widarakandang karena mendapat ancaman dibunuh oleh Kangsadewa (pamannya), diasuh oleh Demang Antyagopa dan nyai Sagopi. Di dalam pengungsian, Baladewa remaja yang bernama Kakrasana berguru kepada seorang resi jelmaan Batara Brama di pertapaan Argasonya. Setelah selesai berguru Baladewa diberi pusaka sakti yaitu senjata Nanggala yang berujud angkus atau mata bajak,
dan Alugora berujud gada dengan kedua ujung yang runcing.
Selain itu Baladewa juga mendapat aji Jaladara yang dapat terbang dengan kecepatan tinggi. Maka kemudian Kakrasana mendapat sebutan nama Wasi Jaladara. Ia sangat mahir mempergunakan gada, sehingga Bima dan Duryodana berguru kepadanya. Ada yang mengatakan Baladewa sebagai titisan naga sementara yang lainnya meyakini sebagai titisan Sanghyang Basuki (Dewa keselamatan). Maka ia berumur sangat panjang.
Baladewa juga mempunyai kendaraan gajah bernama Kyai Puspadenta.
Disini Baladewa menikah dengan Dewi Erawati, puteri Prabu Salya dengan Dewi Setyawati atau Pujawati dari negara Mandaraka. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putera bernama Wisata dan Wimuka.
Pada suatu cerita menjelang perang Bharatayuda, Prabu Kresna (adiknya) punya siasat untuk mengasingkan Prabu Baladewa, agar tidak mendengar dan menyaksikan perang tersebut. Agar Kresna dan baladewa tetap bersikap netral. Yaitu dengan cara memintanya untuk bertapa di Grojogan Sewu (dibalik air terjun), agar Baladewa tidak dapat mendengarnya karena tertutup suara gemuruh air terjun. Kresna berjanji akan membangunkannya nanti kalau Bharatayuda sudah terjadi, padahal keesokan hari setelah itu perang sudah terjadi.
Sebenarnya Baladewa itu agak condong kepada Kurawa, maka dalam Kitab Jitabsara ditulis, pada Perang Baratayuda Prabu akan ditandingkan dengan Raden Anantarejo dan Baladewa mati. Kresna tau ketika melihat catatan para dewa itu. Lantas Kresna ingin menyelamatakan Baladewa dan Raden Anantareja agar tak ikut perang, sebab kedua orang itu dianggap tak punya urusan dalam terjadinya perang.
Prabu Kresna menyamar menjadi kumbang, lalu terbang dan menendang tinta dewa, untuk menulis, tinta tumpah dan menutupi kertas yang ada tulisan Anantarejo dan Prabu Baladewa .
Setelah selesai perang Baratayuda, Baladewa menjadi pamong dan penasehat Prabu Parikesit, raja negara Hastinapura setelah mangkatnya Prabu Kalimataya (Prabu Puntadewa). Ia bergelar Resi Balarama.
Ia mati moksa setelah punahnya seluruh Wangsa Wresni.